Teori-teori pendukung penelitian
Kuantitatif
Riset adalah sebuah penyelidikan sistematis untuk
mencari jawaban-jawaban atas sebuah persoalan. Riset dalam bidang ilmu sosial
professional – seperti halnya riset dalam subjek-subjek lainnya – secara umum telah
mengikuti metode objektif tradisional. Para periset ahli mengklasifikasikan
diri mereka dan sesama mereka dalam dua kelompok besar: kuantitatif dan
kualitatif. Kali ini kita akan mempelajari jenis metodologi yang pertama.
Dalam metode ilmiah, metode riset kuantitatif
digunakan dalam upaya untuk membangun hukum-hukum atau prinsip-prinsip umum.
Pendekatan ilmiah seperti ini sering diistilahkan sebagai nomotetis dan
mengasumsikan realitas sosial sebagai objektif dan eksternal terhadap individu
(Burns, 2002: 3).
Riset kuantitatif merupakan riset empiris di mana data
adalah dalam bentuk sesuatu yang dapat dihitung/ angka (Punch, 1988: 4).
Seperti yang ditulis Punch, riset kuantitatif memerhatikan pada pengumpulan dan
analisis data dalam bentuk numerik. Riset ini cenderung menitikberatkan pada
serangkaian data yang relatif berskala besar dan representatif dan sering kali
– disajikan dan diterima secara kurang tepat dalam pandangan kita – sebagai
sesuatu tentang pengumpulan “fakta-fakta”.
Paradigma kuantitatif terdapat dalam mencari
fakta-fakta atau sebab-sebab dari fenomena nasional, menggunakan cara-cara yang
menonjol dan terkendali, berjarak dengan data/ objek/ perspektif “orang luar”,
tidak mendasar dalam arti berorientasi untuk memverifikasi, cenderung “mengurangi”
minoritas, sebab berasal dari paradigma deduktif-hipotesis. Paradigma
kuantitatif berorientasi pada hasil, dapat dipercaya sebab diikuti oleh data
yang kuat dan dapat ditiru, dapat digeneralisasikan – terkait dengan
studi-studi multimasalah –, partikularistik, dan mengasumsikan realitas sebagai
sesuatu yang stabil (Oakley, 1999: 156).
Banyak
penulis tentang isu-isu metodologis membedakan antara penelitian kuantitatif
dan kualitatif. Penelitian kuantitatif dinyatakan sebagai paradigma positivis
sedangkan penelitian kualitatif dinyatakan sebagai paradigma fenomologis atau
naturalistis. Paradigma postivis dinyatakan sebagai paradigma tradisional,
eksperimental, atau paradigma empirisistis yang dikembangkan oleh para ahli
sosiologi seperti Comte, Durkheim, dan Mill. Sementara paradigma naturalistik/
fenomologis dinyatakan sebagai pendekatan konstruktivis, interpretatif, atau
pasca-positivisme atau pasca-modern dan dianggap sebagai paradigma countermovementterhadap
tradisi positivis pada abad ke-19 yang dikembangkan oleh ahli sosiologi seperti
Weber dan Kant (Creswell, 1994 : 49-50).
Positivisme
menggambarkan pendekatan baru terhadap pengetahuan. Yang mendahului kehidupan
intelektual dalam tahap positif adalah sosiologi. Aguste Comte adalah orang
pertama kali menggunakan istilah positivisme dalam bukunya The Course
of Positive Philosophy tahun 1838. Kemudian Emile Durkheim
mengembangkan sosiologi positivisme dengan memberi demonstrasi awal yang sangat
penting tentang metode ilmiah dalam sosiologi positivisme dalam bukunya Rules
of Sociological Methode 1895. Durkheim kemudian menggambarkan
metodologi yang dia teruskan dalam bukunya Suicide tahun 1897
(Horton dan Hunt, 1984: 16).
Salah satu ciri terpenting dalam sosiologi positivis
adalah keyakinan bahwa fenomena sosial itu memiliki pola dan tunduk pada
hukum-hukum determinis seperti layaknya hukum-hukum yang mengatur ilmu alam.
Ini berarti paradigma ni mencerminkan keyakinan bahwa masyarakat atau kehidupan
sosial merupakan bagian dari alam dan dikendalikan oleh hukum-hukum alam yang
dapat ditemukan dengan menerapkan teknik ilmiah yang sama dalam penelitian
seperti yang digunakan dalam ilmu pengetahuan lainnya. Comte menyetujuinya
dalam pernyataan:… masyarakat sebagai suatu keseluruhan organic yang kenyataannya
lebih dari sekadar jumlah bagian-bagian yang saling tergantung, tetapi untuk
mengerti kenyataan ini metode penelitian empiris harus digunakan dengan
keyakinan bahwa masyarakat merupakan suatu bagian dari alam seperti halnya
gejala fisik.
Pada intinya penelitian kuantitatif dapat dikonstruksi
sebagai strategi penelitian yang menekankan pada kuantifikasi dalam pengumpulan
dan analisis data dengan pendekatan deduktif untuk menghubungkan antara teori
dan penelitian dan penelitian dengan menempatkan pengujian teori. Oleh karena
itu, penelitian kuantitatif merupakan sebuah penyelidikan tentang masalah
sosial berdasarkan pada pengujian sebuah teri yang terdiri dari
variable-variabel, diukur dengan angka, dan dianalisis dengan prosedur
statistic untuk menentukan apakah generalisasi prediktif teori tersebut benar
(Creswell, 1944: 1-2).
Proses
penelitian kuantitatif menurut Bryman (2005: 63) adalah dimulai dari teori,
hipotesis,research design, memilih research site(s), memilih
subjek/ responden riset, mengumpulkan data, hipotesis, memproses data,
menganalisa data, dan menuliskan kesimpulan – untuk kemudian kembali menjadi
awal dari segalanya, teori.
Jadi ketika topik dan masalah sudah dipilih, bagaimana
menetukan bagaimana riset dilakukan agar diperoleh solusi yang tepat atas
masalah yang diteliti? Menurut Creswell memilih paradigma penelitian sebagai
pendekatan atau strategi penelitian dilakukan setelah peeliti merasa cocok
dengan fokus masalah dan masalah penelitian (Hussey dan Hussey, 1977: 115). Ini
berarti sebelum mengonstruksi penelitian adalah penting bagi periset untuk
menentukan paradigma penelitian sebab karena ada perbedaan antara paradigma
positivis/ kuantitatif dan paradigma fenomologis/ kualitatif.
Misalnya jika sifat masalah yang diteliti oleh periset
pernah diteliti oleh peneliti lain sehingga tersedia banyak bahan bacaan,
variabel diketahui, dan tersedia teori-teori, maka paradigma kuantitatif jauh
lebih cocok digunakan. Sementara bagi sifat permasalahan yang bersifat
eksploratif, variabel tidak diketahui, konteks penting, dan kurang teori dasar,
paradigma kualitatif akan menjadi pilihan sangat tepat bagi periset.
Mas numpang tanya, untuk penelitian kuantitatif apakah bisa menggunakan teori penunjang atau teori pendukung atas teori yg sudah digunakan? Yang saya ketahui bahwa teori penunjang hanya digunakan pada penelitian kualitatif. Mohon pencerahannya mas. Boleh balas via email aja ya mas romifarhumi@gmail.com
BalasHapus