BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Global warming merupakan
salah satu masalah lingkungan yang belum terselesaikan sampai saat ini. salah
satu yang mengakibatkan terjadinya global warming adalah efek rumah kaca, pada dasarnya
efek rumah kaca tidak terlalu berdampak negatif pada suhu di bumi, karena suhu di
bumi berkisar (-15) 0C. Adanya efek
rumah kaca, suhu rata-rata di bumi naik sekitar 330C sehingga suhu
di bumi menjadi
sekitar 180C.
Suhu ini sesuai dengan kebutuhan temperatur bumi, tetapi
seiring
dengan perkembangan zaman penggunaan
efek rumah kaca tidak dapat terkontrol lagi yang mengakibatkan meningkatnya
suhu di bumi sehingga terjadilah global warming.
Sampah adalah salah satu sektor hasil dari aktivitas manusia
yang berkonstribusi dalam pemanasan global. Sampah menyumbang gas rumah kaca
dalam bentuk gas metana (CH4) dan gas karbondioksida (CO2). Sampah yang
tertimbun dalam jangka waktu tertentu akan mengalami dekomposisi dan
menghasilkan gas-gas yang menyebar diudara, Gas-gas yang dihasilkan dari proses
degradasi sampah organik diantaranya yang paling banyak dihasilkan yaitu gas
metana (CH4) dan karbon dioksida (CO2). Gas metana yang dilepaskan ke udara
begitu saja memiliki emisi gas rumah kaca sebesar 21 kali lebih buruk dari CO2.
(Winayanti, 2009)
Bumi dikelilingi oleh lapisan udara yang bernama
atmosfer yang berfungsi malindungi bumi dari pengaruh buruk sinar matahari
(UV). Matahari memancarkan sinar radisi kebumi menembus atmosfer bumi. Radiasi
tersebut akan dipantulkan oleh bumi ke angkasa, namun karena adanya
gas-gas berupa gas CO2 dan CH4
maka sebagian radiasi tersebut diserap akhirnya suhu dibumi semakin meningkat.
Global warming disebabkan
oleh keberadaan sampah-sampah organik maupun anorganik yang mengalami
pembusukan ataupun pembakaran sampah anorganik berupa plastik yang
mengakibatkan terbentuknya biogas terutama gas karbon dioksida (CO2)
dan gas metan (CH4). Sampai
saat ini keberadaan sampah masih menjadi masalah di Indonesia, baik itu bagi
pemerintah maupun bagi masyarakat pada umumnya.
Keberadaan sampah sering menjadi penyebab timbulnya
dampak negatif bagi lingkungan sekitarnya, misalnya dengan terbentuknya gas CH4
hasil penguraian bahan organik yang mendorong meningkatnya pemanasan global, tercemarnya
lingkungan sekitar akibat lindi yang meresap ke dalam tanah, timbulnya beberapa
penyakit akibat timbunan sampah, dan lain sebagainya. Sepanjang tahun 2008
berdasarkan data Kementrian Lingkungan Hidup (Meneg LH) produksi sampah di
Indonesia mencapai 167 ribu ton perhari. Jumlah yang luar biasa itu dihasilkan
dari 220 juta jiwa jumlah penduduk dengan rata-rata produksi sampah 800 gram
perhari perorang. Jumlah ini diprediksi akan terus meningkat seiring
pertumbuhan penduduk dan pola konsumsi masyarakat Indonesia.
Sebagaimana menurut Amrullah (2010), pada tahun 2010
ini Indonesia bisa menghasilkan sampah sebanyak 200 ribu ton perhari. Jumlah
yang sangat besar ini berpotensi menimbulkan dampak negatif jika tidak
ditangani dengan baik atau bahkan tidak ditangani, akan tetapi juga bisa
memberikan manfaat yang besar jika penanganan yang dilakukan tepat. Disisi lain
sering terjadi penebangan hutan secara liar, dimana tumbuh-tumbuhan berupa
pepohonan ini bermanfaat dalam menyerap gas karbon dioksida (CO2).
Kinerja pertanian (pangan) sendiri masih memiliki berbagai kendala, terutama
rendahnya produktivitas. Hal ini antara lain disebabkan oleh rendahnya kualitas
lahan akibat penggunaan lahan yang terus-menerus tanpa adanya upaya perbaikan
struktur tanah. Hilangnya unsur-unsur esensial tanah ini diakibatkan oleh tidak
adanya upaya pengembalian bahan organik ke dalam tanah dan pemakaian pupuk anorganik
yang terkadang melebihi batas. Selain itu, kondisi Bahan Bakar Minyak (BBM)
yang keberadaannya terus menurun karena BBM merupakan sumber daya alam seiring
pemakaiannnya akan habis. Hal ini karena sifatnya yang irrenewable atau
tidak bisa diperbaharui sehinga perlu alternatif lain sebagai sumber bahan
bakar yang bisa diperbaharui dan salah satunya adalah biomasa yang keberadaanya
melimpah di Indonesia. Kaderi (2004) menjelaskan ketersediaan limbah pertanian
(biomasa) di Indonesia merupakan suatu potensi sumberdaya untuk memproduksi
energi alternatif terbaru. Biomasa mengandung bahan-bahan organik dan unsur
hara yang pada dasarnya bersifat esensial bagi tanaman dan diserap dari tanah
dimana tanaman tersebut tumbuh. Besarnya kandungan unsur hara makro NPK pada
bahan organik merupakan sumber daya alam yang sangat potensial.
Komposisi sampah di Indonesia berdasarkan data Badan
Pusat Statistik tahun 2001 komposisi terbesar adalah sampah organik yang layak
dikomposkan sebesar 65 %, kertas 13 %, dan plastik 11 %. Kurniawan (2010) juga
menjelaskan bahwa sebagian besar sampah yang dihasilkan di Indonesia tergolong
sampah hayati. Rata-rata sampah yang tergolong hayati ini adalah di atas 65 %
dari total sampah. Melihat komposisi dari sumber asalnya maka sebagian besar
adalah sisa-sisa makanan dari sampah dapur, maka jenis sampah ini akan cepat
membusuk atau terdegradasi oleh mikroorganisme dan berpotensi pula sebagai
sumber daya penghasil kompos, metan dan energi. Pengolahan sampah padat dengan
proses fermentasi anaerobik bisa digunakan sebagai solusi alternatif untuk
menanggulangi masalah persampahan. Selain pengelolaan sampah, berbagai
keuntungan bisa didapat dari proses fermentasi anaerobik ini diantaranya adalah
hasil 2 samping berupa kompos dan pupuk cair yang bisa digunakan untuk
memperbaiki struktur kimia tanah, juga bioenergi sebagai alternatif sumber
bahan bakar yang bisa diperbaharui. Melihat permasalahan tersebut maka
dibutuhkan suatu teknologi pengolahan sampah yang bisa memecahkan
masalah-masalah diatas, yaitu pengolahan sampah organik padat yang bisa
menghasilkan energi terbaru dan pupuk organik untuk memperbaiki struktur hara
tanah yang saat ini sudah mulai terdegradasi.
1.2 RUMUSAN
MASALAH
Berdasarkan latar belakang diatas,adapun rincian
permasalahannya sebagai berikut:
1.
Bagaimana merancang dan mengoptimasi
fermentasi anaerobik sampah organik pasar menjadi biogas dan pupuk organic?
2.
Bagaimana menentukan feed sampah
optimum pada proses fermentasi anaerobik skala 10 liter?
3.
Bagaimana mengkarakterisasi produk-produk yang
dihasilkan (biogas, kompos/digestat, dan lindi/pupuk cair)?
1.2 TUJUAN
Adapun tujuan dilakukannya penelitian ini yaitu:
4.
Merancang
dan mengoptimasi fermentasi anaerobik sampah organik pasar menjadi biogas dan
pupuk organik.
5.
Menentukan
feed sampah optimum pada proses fermentasi anaerobik skala 10 liter.
6.
Mengkarakterisasi
produk-produk yang dihasilkan (biogas, kompos/digestat, dan lindi/pupuk cair).
1.3 MANFAAT
Manfaat dari penelitian ini yaitu:
1.
Memberikan
solusi dalam mencegah dampak yang di timbulkan oleh sampah-sampah sisa hasil
permentasi maupun yang digunakan.
2.
Dapat
membantu menjaga kelestarian lingkungan hidup.
3.
Menjaga
kesehatan manusia terhadap penyakit yang ditimbulkan oleh sampah-sampah
tersebut.
4.
Dapat
menciptakan suatu produk yang dapat digunakan untuk mengembalikan unsur- unsur
organik pada tanah yang kehilangan unsur-unsur esensialnya.
5.
Dapat
membantu mencegah terjadinya global warming atau membantu menurunkan suhu bumi
yang meningkat.
6.
Dapat
menciptakan bahan bakar sebagai pengganti BBM yang suatu saat akan habis.
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1 Perancangan dan
Pengoptimasian Fermentasi Anaerobik Sampah Organik Pasar menjadi Biogas dan
pupuk organik
Ø
Alat
dan Bahan
Peralatan yang
digunakan dalam penelitian ini meliputi:
1.
reaktor
biogas kapasitas 10 liter dengan aksesorisnya
2.
aerator
3.
kemasan
air mineral 1.5 liter
4.
selang
akuarium
5.
akuarium
6.
penampung
air
7.
heater
air
8.
pH
meter
9.
suntikan
10. botol sampling
Ø
Peralatan
untuk analisis penelitian yaitu:
-
gelas
ukur
- gelas piala
-
erlenmeyer - Buret
-
pipet - alat destilasi
-
labu
ukur -
labu kjeldhal
-
oven - Tanur
-
cawan - Desikator
-
gegep - timbangan digital
Bahan yang
digunakan dalam penelitian ini yaitu:
sampah organik padat yang diambil dari salah satu
pasar tradisional di kota Bogor. Adapun komposisi sampah tesebut adalah daun
pisang 7.5%, kulit jagung 24.2%, pare 14.8%, kol 19.9%, sosin 6.2%, kangkung
8.0%, sawi 8.0%, dan wortel 11.5%, kulit pisang, kulit nanas, dan kol
Bahan kimia
untuk analisis antara lain yaitu:
-
H2SO4
0,02N -
NaOH 6N
-
Asam
Borat 2% -
CuSO4.5H2O
-
K2SO4 -
H2SO4 pekat
-
larutan
PO4 0.0, 0.5, 1.0, 1.5, 2.0 mg/l
-
larutan
amonium molibdat - larutan
SnCl2
-
larutan
K2Cr2O7 0.0167 M - reagen
H2SO4
-
Larutan
FAS 0.1 M - indikator
ferroin
-
aquades.
Pada penelitian
ini merupakan proses identifikasi produksi biogas sampah pasar organik dari beberapa bahan berbeda yang berpotensi
menghasilkan biogas tertinggi. Penelitian
ini dilakukan di dalam kemasan air mineral 1.5 liter, sedangkan bobot bahan yang digunakan adalah 500 gram.
Bahan yang digunakan dalam penelitian pendahuluan ini adalah kulit pisang, kulit nanas, kol, dan sampah organik dari 2
pasar yang berbeda.
Sampah dirajang
sampai ukuran 2-5 cm, kemudian di masukan kedalam kemasan air mineral dan
dikondisikan dalam keadaan anaerob. Proses ini dilakukan pada suhu kamar tanpa
ada kontrol suhu yang tetap. Gas yang terbentuk disalurkan ke dalam gelas ukur
yang diletakkan terbalik berisi air penuh, sehingga jumlah gas yang terbentuk
adalah jumlah ruang udara yang terdapat di dalam gelas ukur tersebut. Proses
fermentasi dihentikan sampai bahan tidak menghasilkan gas lagi. Analisis yang
dilakukan meliputi perhitungan jumlah gas yang terbentuk, karakterisasi bahan
awal, dan karakterisasi kompos dan lindi.
Gambar 1. Diagram Alir Penelitian Pertama
Gambar 2. Penelitian Pertama
2.2 Penentuan karakterisasis produk-produk yang dihasilkan
(biogas, kompos/digestat, dan lindi/pupuk)
Penelitian yang
kedua ini dilakukan setelah evaluasi dari penelitian pertama, yaitu laju
produksi gas disiang hari (suhu 25-30oC) lebih banyak dari malam
hari yang suhunya relatif lebih rendah yaitu berkisar antara 20-25oC. Kemudian
kurva akumulasi gas yang dihasilkan menunjukan bahwa fase eksponensial berhenti
pada hari ke-17, selain itu jenis sampah yang menghasilkan gas terbanyak adalah
jenis sampah pasar-1 dengan komposisi sampah, daun pisang 7.5%, kulit jagung
24.2%, pare 14.8%, kol 19.9%, sosin 6.2%, kangkung 8.0%, sawi 8.0%, dan wortel
11.5%. Pada penelitian yang kedua ini bahan yang digunakan adalah jenis sampah
yang menghasilkan biogas tertinggi, yaitu jenis sampah pasar-1, dengan
komposisi sampah sebagaimana dijelaskan di atas. Dengan menggunakan botol air
mineral 1.5 liter, selang akuarium, dan gelas piala yang dipasang sebagaimana
pada penelitian pendahuluan-1, sebanyak 600 gram sampah dianaerobkan pada botol
tersebut dan suhu operasi dibuat konstan yaitu 32oC. Pengamatan
dilakukan sampai hari ke-17. Analisis yang dilakukan pada penelitian yang kedua
ini meliputi perhitungan jumlah gas yang terbentuk, kadar air, kadar abu, Total
Solid dan kandungan bahan organik bahan.
Adapun prinsip
kerja fermentasi pada penelitian pendahuluan-2 ini adalah sejumlah bahan yang
telah ditentukan jumlahnya difermentasi pada kondisi 320C.
Temperatur konstan tersebut diperoleh dari air yang dihangatkan dengan heater
sampai suhu 320C. Reaktor dibuat terendam di dalam air sehingga suhu
reaktor adalah sama dengan suhu air.
|
|
|
|
|||||
|
|||||
Gambar 3.
Diagram alir penelitian kedua
gambar 4. Penelitian kedua
2.3 Penentukan
feed sampah optimum pada proses fermentasi anaerobik skala 10 liter.
Pada penelitian yang ketiga
ini dilakukan di dalam reaktor skala 10 liter. Pertama-tama sampah yang sama
komposisinya dengan penelitian pendahuluan-2 di rajang ukurannya sampai 2-5 cm.
Kemudian sebanyak 2.5 kg bahan dicampur dengan kotoran sapi segar dengan
perbandingan 9:1. Suhu operasi dibuat konstan yaitu pada range 35-40oC. Setiap
harinya dilakukan pengukuran biogas yang terbentuk dan volume lindinya, selain
itu setiap 2 hari sekali dilakukan pengukuran pH lindi dan bahan, COD lindi dan
bahan, dan TS-TVS untuk mengetahui kandungan bahan organik bahan. Setelah
fermentasi selama 30 hari, kompos yang terbentuk ditambahkan feed baru
dengan perbandingan 50:50 dan 25:75. Perlakuan pertama adalah penambahan feed
sebanyak 50% dari bobot total, artinya sebanyak 1.25 kg kompos ditambah
1.25 kg bahan baru sebagai feed, kemudian dicampurkan atau dihomogenkan
dan difermentasi anaerobik selama 30 hari. Perlakuan kedua adalah dengan
penambahan 75% bahan baru dan 25% kompos sebagai strarternya. Pada penelitian
utama ini bahan difermentasi pada suhu 35-400C. Kemudian dilakukan
analisis meliputi kadar air, kadar abu, TS, TVS, pH lindi dan bahan, COD lindi
dan bahan, kandungan N dan P untuk kompos dan pupuk cair, dan perhitungan
jumlah biogas dan lindi yang terbentuk.
Desain reaktor biogas skala 10 l yang digunakan pada penelitian utama. Terdapat
3 tabung utama pada reaktor skala 10 l ini, yaitu tabung A berfungsi sebagai
penampung biogas yang terbentuk, tabung B berfungsi sebagai tabung penyimpanan
bahan yang difermentasi, dan tabung C berfungsi sebagai penampung lindi yang
terbentuk hasil proses fermentasi. Prinsip kerja tabung reaktor ini adalah
bahan yang difermentasi disimpan pada tabung B, proses fermentasi anaerobik
berlangsung dan biogas yang terbentuk akan terakumulasi ke atas menekan
permukaan air pada tabung A. Perhitungan jumlah biogas yang terbentuk adalah
selisih antara volume tabung saat terdapat biogas dengan volume tabung pada
kondisi tanpa biogas. Sementara itu tabung C berfungsi sebagai penampung lindi
yang terbentuk, hasil proses fermentasi berupa air lindi akan mengalir ke bawah
dan dikumpulkan pada tabung C. Setiap 2 hari sekali lindi yang terbentuk
diresirkulasi ke dalam tabung B melalui saluran yang telah disediakan. Kondisi suhu yang konstan diatur oleh heater dan
termostat yang dipasang pada tabung B. Sebagai indikatornya pada tabung B juga
terdapat port untuk memasukkan termometer, sehingga suhu di dalam tabung
B senantiasa bisa dikontrol. Selain itu, pada tabung B juga terdapat lubang pengambilan
sampel padat untuk keperluan analisis yang dilakukan.
|
|||||||||||
Gambar 5. Digram alir penelitian ketiga
Gambar 6. Desain reaktor biogas skala 10 liter
2.4. Pemanfaatan gas karbon
dioksida menjadi pupuk urea
Urea
ditemukan pertama kali oleh Roelle pada tahun 1773 dalam urine. Pembuatan urea
dari amonia dan asam sianida untuk pertama kalinya ditemukan oleh F.Wohler pada
tahun 1828 . Namun pada saat ini pembuatan urea pada umumnya menggunakan proses
dehidrasi yang ditemukan oleh Bassarow pada tahun 1870. Proses ini
mensintesis urea dari pemanasan amonium karbamat.
Prinsip
pembuatan urea pada umumnya yaitu dengan mereaksikan antara amonia dan
karbondioksida pada tekanan dan temperatur tinggi didalam reaktor kontinu untuk
membentuk amonium karbamat (reaksi1) selanjutnya amonium karbamat yang
terbentuk didehidrasi menjadi urea (reaksi 2).
Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut:
Reaksi
1 : 2 NH3(g) + CO2(g) NH2COONH4(g)
Reaksi
2 : NH2COONH4(g) NH2CONH2(g)
+ H2O(l)
Sintesis
urea dilakukan dengan amonia yang berlebih agar kesetimbangan dapat bergeser ke
arah kanan sehingga dapat dihasilkan produk yang lebih banyak. (Muliawati,
2007).
Tabel
2.1 Kualitas Urea
Komponen
|
Kandungan dalam pupuk urea
|
Nitrogen
|
46,2
% berat (minimum)
|
Air
|
0,3%
berat (minimum)
|
Karbamat
|
0,5%
berat (minimum)
|
Besi
|
1
ppm barat (maksimum)
|
Amonia bebas
|
150
ppm berat (maksimum)
|
Abu
|
15
ppm berat (maksimum)
|
BAB
III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
1.
Sampah
dapat dimanfaatkan kembali melalui fermentasi anaerobik dengan mengubahnya
menjadi biogas.
2.
Biogas
yang berupa gas karbon dioksida CO2 dan gas metana CH4
menjadi pupuk dan bahan bakar pengganti BBM.
3.
Fermentasi
anaerobic menggunakan alat2 sederhana berupa botol air mineral yang dirancang
secara khusus dihubungkan dengan alat kimia berupa desikator, aquarium dll.
4.
Metode
fermentasi ini menghasilkan biogas berupa karbon (CO2) dioksida dan
gas metan (CH4).
3.2 SARAN
Penulis berharap
penelitian ini dapat diaplikasikan oleh berbagai kalangan yang berkecimpung
dibidang kesehatan, kimia, lingkungan dan
masyarakat pada umumnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar