Jumat, 13 April 2012


BAB I
PENDAHULUAN


1.1  LATAR BELAKANG
Global warming merupakan salah satu masalah lingkungan yang belum terselesaikan sampai saat ini. salah satu yang mengakibatkan terjadinya global warming adalah efek rumah kaca, pada dasarnya efek rumah kaca tidak terlalu berdampak negatif pada suhu di bumi, karena suhu di bumi berkisar  (-15) 0C. Adanya efek rumah kaca, suhu rata-rata di bumi naik sekitar 330C sehingga suhu di bumi menjadi sekitar 180C. Suhu ini sesuai dengan kebutuhan temperatur bumi, tetapi seiring dengan perkembangan zaman penggunaan efek rumah kaca tidak dapat terkontrol lagi yang mengakibatkan meningkatnya suhu di bumi sehingga terjadilah global warming.
Sampah adalah salah satu sektor hasil dari aktivitas manusia yang berkonstribusi dalam pemanasan global. Sampah menyumbang gas rumah kaca dalam bentuk gas metana (CH4) dan gas karbondioksida (CO2). Sampah yang tertimbun dalam jangka waktu tertentu akan mengalami dekomposisi dan menghasilkan gas-gas yang menyebar diudara, Gas-gas yang dihasilkan dari proses degradasi sampah organik diantaranya yang paling banyak dihasilkan yaitu gas metana (CH4) dan karbon dioksida (CO2). Gas metana yang dilepaskan ke udara begitu saja memiliki emisi gas rumah kaca sebesar 21 kali lebih buruk dari CO2. (Winayanti, 2009)
Bumi dikelilingi oleh lapisan udara yang bernama atmosfer yang berfungsi malindungi bumi dari pengaruh buruk sinar matahari (UV). Matahari memancarkan sinar radisi kebumi menembus atmosfer bumi. Radiasi tersebut akan dipantulkan oleh bumi ke angkasa, namun karena adanya gas-gas  berupa gas CO2 dan CH4 maka sebagian radiasi tersebut diserap akhirnya suhu dibumi semakin meningkat.
Global warming disebabkan oleh keberadaan sampah-sampah organik maupun anorganik yang mengalami pembusukan ataupun pembakaran sampah anorganik berupa plastik yang mengakibatkan terbentuknya biogas terutama gas karbon dioksida (CO2) dan gas metan (CH4). Sampai saat ini keberadaan sampah masih menjadi masalah di Indonesia, baik itu bagi pemerintah maupun bagi masyarakat pada umumnya.
Keberadaan sampah sering menjadi penyebab timbulnya dampak negatif bagi lingkungan sekitarnya, misalnya dengan terbentuknya gas CH4 hasil penguraian bahan organik yang mendorong meningkatnya pemanasan global, tercemarnya lingkungan sekitar akibat lindi yang meresap ke dalam tanah, timbulnya beberapa penyakit akibat timbunan sampah, dan lain sebagainya. Sepanjang tahun 2008 berdasarkan data Kementrian Lingkungan Hidup (Meneg LH) produksi sampah di Indonesia mencapai 167 ribu ton perhari. Jumlah yang luar biasa itu dihasilkan dari 220 juta jiwa jumlah penduduk dengan rata-rata produksi sampah 800 gram perhari perorang. Jumlah ini diprediksi akan terus meningkat seiring pertumbuhan penduduk dan pola konsumsi masyarakat Indonesia.
Sebagaimana menurut Amrullah (2010), pada tahun 2010 ini Indonesia bisa menghasilkan sampah sebanyak 200 ribu ton perhari. Jumlah yang sangat besar ini berpotensi menimbulkan dampak negatif jika tidak ditangani dengan baik atau bahkan tidak ditangani, akan tetapi juga bisa memberikan manfaat yang besar jika penanganan yang dilakukan tepat. Disisi lain sering terjadi penebangan hutan secara liar, dimana tumbuh-tumbuhan berupa pepohonan ini bermanfaat dalam menyerap gas karbon dioksida (CO2). Kinerja pertanian (pangan) sendiri masih memiliki berbagai kendala, terutama rendahnya produktivitas. Hal ini antara lain disebabkan oleh rendahnya kualitas lahan akibat penggunaan lahan yang terus-menerus tanpa adanya upaya perbaikan struktur tanah. Hilangnya unsur-unsur esensial tanah ini diakibatkan oleh tidak adanya upaya pengembalian bahan organik ke dalam tanah dan pemakaian pupuk anorganik yang terkadang melebihi batas. Selain itu, kondisi Bahan Bakar Minyak (BBM) yang keberadaannya terus menurun karena BBM merupakan sumber daya alam seiring pemakaiannnya akan habis. Hal ini karena sifatnya yang irrenewable atau tidak bisa diperbaharui sehinga perlu alternatif lain sebagai sumber bahan bakar yang bisa diperbaharui dan salah satunya adalah biomasa yang keberadaanya melimpah di Indonesia. Kaderi (2004) menjelaskan ketersediaan limbah pertanian (biomasa) di Indonesia merupakan suatu potensi sumberdaya untuk memproduksi energi alternatif terbaru. Biomasa mengandung bahan-bahan organik dan unsur hara yang pada dasarnya bersifat esensial bagi tanaman dan diserap dari tanah dimana tanaman tersebut tumbuh. Besarnya kandungan unsur hara makro NPK pada bahan organik merupakan sumber daya alam yang sangat potensial.
Komposisi sampah di Indonesia berdasarkan data Badan Pusat Statistik tahun 2001 komposisi terbesar adalah sampah organik yang layak dikomposkan sebesar 65 %, kertas 13 %, dan plastik 11 %. Kurniawan (2010) juga menjelaskan bahwa sebagian besar sampah yang dihasilkan di Indonesia tergolong sampah hayati. Rata-rata sampah yang tergolong hayati ini adalah di atas 65 % dari total sampah. Melihat komposisi dari sumber asalnya maka sebagian besar adalah sisa-sisa makanan dari sampah dapur, maka jenis sampah ini akan cepat membusuk atau terdegradasi oleh mikroorganisme dan berpotensi pula sebagai sumber daya penghasil kompos, metan dan energi. Pengolahan sampah padat dengan proses fermentasi anaerobik bisa digunakan sebagai solusi alternatif untuk menanggulangi masalah persampahan. Selain pengelolaan sampah, berbagai keuntungan bisa didapat dari proses fermentasi anaerobik ini diantaranya adalah hasil 2 samping berupa kompos dan pupuk cair yang bisa digunakan untuk memperbaiki struktur kimia tanah, juga bioenergi sebagai alternatif sumber bahan bakar yang bisa diperbaharui. Melihat permasalahan tersebut maka dibutuhkan suatu teknologi pengolahan sampah yang bisa memecahkan masalah-masalah diatas, yaitu pengolahan sampah organik padat yang bisa menghasilkan energi terbaru dan pupuk organik untuk memperbaiki struktur hara tanah yang saat ini sudah mulai terdegradasi.

1.2  RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang diatas,adapun rincian permasalahannya sebagai berikut:
1.       Bagaimana merancang dan mengoptimasi fermentasi anaerobik sampah organik pasar menjadi biogas dan pupuk organic?
2.       Bagaimana menentukan feed sampah optimum pada proses fermentasi anaerobik skala 10 liter?
3.       Bagaimana mengkarakterisasi produk-produk yang dihasilkan (biogas, kompos/digestat, dan lindi/pupuk cair)?


1.2  TUJUAN
Adapun tujuan dilakukannya penelitian ini yaitu:
4.      Merancang dan mengoptimasi fermentasi anaerobik sampah organik pasar menjadi biogas dan pupuk organik.
5.      Menentukan feed sampah optimum pada proses fermentasi anaerobik skala 10 liter.
6.      Mengkarakterisasi produk-produk yang dihasilkan (biogas, kompos/digestat, dan lindi/pupuk cair).



1.3  MANFAAT
Manfaat dari penelitian ini yaitu:
1.      Memberikan solusi dalam mencegah dampak yang di timbulkan oleh sampah-sampah sisa hasil permentasi maupun yang digunakan.
2.      Dapat membantu menjaga kelestarian lingkungan hidup.
3.      Menjaga kesehatan manusia terhadap penyakit yang ditimbulkan oleh sampah-sampah tersebut.
4.      Dapat menciptakan suatu produk yang dapat digunakan untuk mengembalikan unsur- unsur organik pada tanah yang kehilangan unsur-unsur esensialnya.
5.      Dapat membantu mencegah terjadinya global warming atau membantu menurunkan suhu bumi yang meningkat.
6.      Dapat menciptakan bahan bakar sebagai pengganti BBM yang suatu saat akan habis.





BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Perancangan dan Pengoptimasian Fermentasi Anaerobik Sampah Organik Pasar menjadi Biogas dan pupuk organik
Ø  Alat dan Bahan
Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi:
1.      reaktor biogas kapasitas 10 liter dengan aksesorisnya
2.      aerator
3.      kemasan air mineral 1.5 liter
4.      selang akuarium
5.      akuarium
6.      penampung air
7.      heater air
8.      pH meter
9.      suntikan
10.  botol sampling
Ø  Peralatan untuk analisis penelitian yaitu:
-          gelas ukur                                            -  gelas piala
-          erlenmeyer                                           - Buret
-          pipet                                                    -  alat destilasi
-          labu ukur                                             - labu kjeldhal            
-          oven                                                    -  Tanur
-          cawan                                                  -  Desikator
-          gegep                                                   -  timbangan digital
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu:
sampah organik padat yang diambil dari salah satu pasar tradisional di kota Bogor. Adapun komposisi sampah tesebut adalah daun pisang 7.5%, kulit jagung 24.2%, pare 14.8%, kol 19.9%, sosin 6.2%, kangkung 8.0%, sawi 8.0%, dan wortel 11.5%, kulit pisang, kulit nanas, dan kol
Bahan kimia untuk analisis antara lain yaitu:
-          H2SO4 0,02N                                     - NaOH 6N
-          Asam Borat 2%                                   - CuSO4.5H2O
-          K2SO4                                                - H2SO4 pekat
-          larutan PO4 0.0, 0.5, 1.0, 1.5, 2.0 mg/l
-          larutan amonium molibdat                  - larutan SnCl2
-          larutan K2Cr2O7 0.0167 M                - reagen H2SO4
-          Larutan FAS 0.1 M                             - indikator ferroin
-          aquades.
           
Pada penelitian ini merupakan proses identifikasi produksi biogas sampah pasar organik dari beberapa bahan berbeda yang berpotensi menghasilkan biogas tertinggi. Penelitian ini dilakukan di dalam kemasan air mineral 1.5 liter, sedangkan bobot bahan yang digunakan adalah 500 gram. Bahan yang digunakan dalam penelitian pendahuluan ini adalah kulit pisang, kulit nanas, kol, dan sampah organik dari 2 pasar yang berbeda.
Sampah dirajang sampai ukuran 2-5 cm, kemudian di masukan kedalam kemasan air mineral dan dikondisikan dalam keadaan anaerob. Proses ini dilakukan pada suhu kamar tanpa ada kontrol suhu yang tetap. Gas yang terbentuk disalurkan ke dalam gelas ukur yang diletakkan terbalik berisi air penuh, sehingga jumlah gas yang terbentuk adalah jumlah ruang udara yang terdapat di dalam gelas ukur tersebut. Proses fermentasi dihentikan sampai bahan tidak menghasilkan gas lagi. Analisis yang dilakukan meliputi perhitungan jumlah gas yang terbentuk, karakterisasi bahan awal, dan karakterisasi kompos dan lindi.

 











Gambar  1. Diagram Alir Penelitian Pertama
Gambar 2. Penelitian Pertama
2.2  Penentuan karakterisasis produk-produk yang dihasilkan (biogas, kompos/digestat, dan lindi/pupuk)
Penelitian yang kedua ini dilakukan setelah evaluasi dari penelitian pertama, yaitu laju produksi gas disiang hari (suhu 25-30oC) lebih banyak dari malam hari yang suhunya relatif lebih rendah yaitu berkisar antara 20-25oC. Kemudian kurva akumulasi gas yang dihasilkan menunjukan bahwa fase eksponensial berhenti pada hari ke-17, selain itu jenis sampah yang menghasilkan gas terbanyak adalah jenis sampah pasar-1 dengan komposisi sampah, daun pisang 7.5%, kulit jagung 24.2%, pare 14.8%, kol 19.9%, sosin 6.2%, kangkung 8.0%, sawi 8.0%, dan wortel 11.5%. Pada penelitian yang kedua ini bahan yang digunakan adalah jenis sampah yang menghasilkan biogas tertinggi, yaitu jenis sampah pasar-1, dengan komposisi sampah sebagaimana dijelaskan di atas. Dengan menggunakan botol air mineral 1.5 liter, selang akuarium, dan gelas piala yang dipasang sebagaimana pada penelitian pendahuluan-1, sebanyak 600 gram sampah dianaerobkan pada botol tersebut dan suhu operasi dibuat konstan yaitu 32oC. Pengamatan dilakukan sampai hari ke-17. Analisis yang dilakukan pada penelitian yang kedua ini meliputi perhitungan jumlah gas yang terbentuk, kadar air, kadar abu, Total Solid dan kandungan bahan organik bahan.
Adapun prinsip kerja fermentasi pada penelitian pendahuluan-2 ini adalah sejumlah bahan yang telah ditentukan jumlahnya difermentasi pada kondisi 320C. Temperatur konstan tersebut diperoleh dari air yang dihangatkan dengan heater sampai suhu 320C. Reaktor dibuat terendam di dalam air sehingga suhu reaktor adalah sama dengan suhu air.






Bahan baku 600 gram
 
Pengecilan ukuran sampai 2-5 cm
 
Sampah pasar organik
 
                       



Fermentasi anaerobik pada suhu 320C



C
 
Pengukuran TS dan TVS bahan setiap harinya untuk mengetahui penurunan bahan organik
 
 







Gambar 3. Diagram alir penelitian kedua






gambar 4. Penelitian kedua
2.3  Penentukan feed sampah optimum pada proses fermentasi anaerobik skala 10 liter.
Pada penelitian yang ketiga ini dilakukan di dalam reaktor skala 10 liter. Pertama-tama sampah yang sama komposisinya dengan penelitian pendahuluan-2 di rajang ukurannya sampai 2-5 cm. Kemudian sebanyak 2.5 kg bahan dicampur dengan kotoran sapi segar dengan perbandingan 9:1. Suhu operasi dibuat konstan yaitu pada range 35-40oC. Setiap harinya dilakukan pengukuran biogas yang terbentuk dan volume lindinya, selain itu setiap 2 hari sekali dilakukan pengukuran pH lindi dan bahan, COD lindi dan bahan, dan TS-TVS untuk mengetahui kandungan bahan organik bahan. Setelah fermentasi selama 30 hari, kompos yang terbentuk ditambahkan feed baru dengan perbandingan 50:50 dan 25:75. Perlakuan pertama adalah penambahan feed sebanyak 50% dari bobot total, artinya sebanyak 1.25 kg kompos ditambah 1.25 kg bahan baru sebagai feed, kemudian dicampurkan atau dihomogenkan dan difermentasi anaerobik selama 30 hari. Perlakuan kedua adalah dengan penambahan 75% bahan baru dan 25% kompos sebagai strarternya. Pada penelitian utama ini bahan difermentasi pada suhu 35-400C. Kemudian dilakukan analisis meliputi kadar air, kadar abu, TS, TVS, pH lindi dan bahan, COD lindi dan bahan, kandungan N dan P untuk kompos dan pupuk cair, dan perhitungan jumlah biogas dan lindi yang terbentuk. Desain reaktor biogas skala 10 l yang digunakan pada penelitian utama. Terdapat 3 tabung utama pada reaktor skala 10 l ini, yaitu tabung A berfungsi sebagai penampung biogas yang terbentuk, tabung B berfungsi sebagai tabung penyimpanan bahan yang difermentasi, dan tabung C berfungsi sebagai penampung lindi yang terbentuk hasil proses fermentasi. Prinsip kerja tabung reaktor ini adalah bahan yang difermentasi disimpan pada tabung B, proses fermentasi anaerobik berlangsung dan biogas yang terbentuk akan terakumulasi ke atas menekan permukaan air pada tabung A. Perhitungan jumlah biogas yang terbentuk adalah selisih antara volume tabung saat terdapat biogas dengan volume tabung pada kondisi tanpa biogas. Sementara itu tabung C berfungsi sebagai penampung lindi yang terbentuk, hasil proses fermentasi berupa air lindi akan mengalir ke bawah dan dikumpulkan pada tabung C. Setiap 2 hari sekali lindi yang terbentuk diresirkulasi ke dalam tabung B melalui saluran yang telah disediakan. Kondisi suhu yang konstan diatur oleh heater dan termostat yang dipasang pada tabung B. Sebagai indikatornya pada tabung B juga terdapat port untuk memasukkan termometer, sehingga suhu di dalam tabung B senantiasa bisa dikontrol. Selain itu, pada tabung B juga terdapat lubang pengambilan sampel padat untuk keperluan analisis yang dilakukan.


Pengecilan ukuran 2-5 cm
 
 
























Gambar 5. Digram alir penelitian ketiga

Gambar 6. Desain reaktor biogas skala 10 liter
2.4. Pemanfaatan gas karbon dioksida menjadi pupuk urea
Urea ditemukan pertama kali oleh Roelle pada tahun 1773 dalam urine. Pembuatan urea dari amonia dan asam sianida untuk pertama kalinya ditemukan oleh F.Wohler pada tahun 1828 . Namun pada saat ini pembuatan urea pada umumnya menggunakan proses dehidrasi yang ditemukan oleh Bassarow pada tahun 1870. Proses ini mensintesis urea dari pemanasan amonium karbamat.
Prinsip pembuatan urea pada umumnya yaitu dengan mereaksikan antara amonia dan karbondioksida pada tekanan dan temperatur tinggi didalam reaktor kontinu untuk membentuk amonium karbamat (reaksi1) selanjutnya amonium karbamat yang terbentuk didehidrasi menjadi urea (reaksi 2).
Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut:
Reaksi 1 : 2 NH3(g) + CO2(g)                   NH2COONH4(g)
Reaksi 2 : NH2COONH4(g)                       NH2CONH2(g) + H2O(l)
Sintesis urea dilakukan dengan amonia yang berlebih agar kesetimbangan dapat bergeser ke arah kanan sehingga dapat dihasilkan produk yang lebih banyak. (Muliawati, 2007).
Tabel 2.1 Kualitas Urea
Komponen
Kandungan dalam pupuk urea
Nitrogen
46,2 % berat (minimum)
Air
0,3% berat (minimum)
Karbamat
0,5% berat (minimum)
Besi
1 ppm barat (maksimum)
Amonia bebas
150 ppm berat (maksimum)
Abu
15 ppm berat (maksimum)












BAB III
PENUTUP
3.1  KESIMPULAN
1.      Sampah dapat dimanfaatkan kembali melalui fermentasi anaerobik dengan mengubahnya menjadi biogas.
2.      Biogas yang berupa gas karbon dioksida CO2 dan gas metana CH4 menjadi pupuk dan bahan bakar pengganti BBM.
3.      Fermentasi anaerobic menggunakan alat2 sederhana berupa botol air mineral yang dirancang secara khusus dihubungkan dengan alat kimia berupa desikator, aquarium dll.
4.      Metode fermentasi ini menghasilkan biogas berupa karbon (CO2) dioksida dan gas metan (CH4).

3.2   SARAN
Penulis berharap penelitian ini dapat diaplikasikan oleh berbagai kalangan yang berkecimpung dibidang kesehatan, kimia, lingkungan dan  masyarakat pada umumnya.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar